Pernikahan adalah bertemunya dua karakter dua manusia yang berbeda (beda jenis tentunya buat yang normal). Dalam pernikahan, hal penting yang harus kita ingat adalah suatu komitmen, keterikatan dan tanggungjawab. Maka, pernikahan adalah hal yang harus dipertimbangkan dengan sangat matang segala sesuatunya.
Setiap pasangan serius tentu berharap bahwa hubungannya akan sampai hingga pelaminan. Tapi terkadang, banyak hal yang terjadi diluar ekspektasi kita sehingga tujuan kita untuk menikah dengan orang yang dimaksud tidak tercapai. Hal ini kembali pada komitmen dan keyakinan masing-masing. Kesungguhan dalam hubungan dari keduanya yang menentukan tercapainya cita-cita menikah.
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk pernikahan:
1. Kualitas Hubungan
Kualitas hubungan terlihat dari saling mengenal, pengertian, kedewasaan, dan yang terpenting adalah KOMUNIKASI. Untuk mencapai komunikasi yang baik tidak mudah dilakukan karena kebanyakan dari seseorang adalah selalu merasa takut, enggan dan sungkan untuk menyampaikan maksud, keinginan dan keluhannya pada pasangan. Disamping itu, ketika keduanya memiliki masalah, tidak semua pasangan berbicara baik-baik, mengutarakan alasan ketidaksukaan, dan mengutarakan hal yang diinginkan dari pasangan untuk kemudian dibicarakan dan dicari solusinya untuk kebaikan bersama, karna ini fakta bahwa komunikasi sebaik itu adalah bullshit and it’s sounds so classic. Alih-alih dibicarakan, malah saling berdiam diri, menutup mulut, menghindari sms atau telepon dan sang wanita lebih memilih untuk menangis sendiri atau malah cerita pada teman wanitanya, padahal yang perlu tau keluhannya adalah sang pria.
Jadi gak ada salahnya banget ko kalo kita tarik nafas, tenang dulu.. trus bilang,, aku tuh kurang suka sebenernya kalo kamu bla bla bla,, aku lebih nyaman kalo kamu bla bla bla,, keberatan ga kalo kamu bla bla bla,,, dan cowo yang notabenenya mau to the point what is the problem akan mengerti dan karena ia sayang si wanita maka ia akan berusaha untuk berubah dan sebaliknya. Karena dalam pernikahan pada akhirnya kita harus saling memahami, menerima dan memperbaiki.
2. Masa Hubungan Panjang Bukan Berarti Pasangan Siap Menikah
Kadang jam terbang bukan jaminan untuk menciptakan hubungan yang berkualitas, karena kualitas bukan diukur oleh waktu tapi caranya dalam proses hubungan tersebut. Banyak pasangan yang berhubungan lama bertahun-tahun, bahkan 10 tahun, namun ketika membicarakan soal menikah dan memiliki anak mereka putus karena selama ini ternyata mereka berbeda prinsip dan sebagian lelaki merasa kebebasannya berkurang jika ia menikah sehingga ia memilih untuk menunda pernikahan hingga betul-betul siap mental disamping siap materi.
3. Jangan Menikah Karena Dorongan Embel-embel
Tak banyak pasangan yang menikah karena embel-embel seperti: sudah saling kenal dengan masing-masing keluarga, sudah terbiasa dengan si dia atau investasi waktu yang panjang dalam berhubungan seperti pada point 2. Padahal kita tetap harus memandang hubungan dan pernikahan secara objektif. Pertanyaannya,, apakah hubungannya layak untuk diperjuangkan? Bukan untuk dipaksakan.
4. Pernikahan Bukan Solusi dari Masalah Keluarga dan Keuangan
Jika kita sedang memiliki masalah dengan keluarga, tidak betah tinggal di rumah, sering bertengkar dengan anggota lain, memiliki kesulitan keuangan maka pernikahan bukan solusi. Masalah itu harus diselesaikan dengan jalan keluar yang tepat, bukan dengan menikah. Karena menikah bukan sekedar sebagai pelarian, tapi kita akan dihadapkan dengan tugas terhadap pasangan dan rumah tangga. Bukannya malah menyelesaikan masalah, anda malah terperangkap dalam tanggungjawab baru.
5. Menikah Bukanlah Tuntutan Tradisi dan Tenggat Waktu
Kita ini hidup di Indonesia yang memiliki banyak kultur. Menikah diumur sekitar 25 adalah salah satunya. Jadi wanita yang belum menikah diumur 27 keatas dipandang masayarakat kita sebagai perawan tua. Ketika kita memiliki target ingin menikah diumur 25, tapi belum memiliki pasangan atau pasangan yang tepat tentu target itu tidak akan tercapai. Lain halnya jika kita hidup di luar negeri, umur 30 belum menikah bukanlah sesuatu yang memalukan. Karena wanita modern memiliki visi karir dan kematangan pribadi terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menikah. Wajar memang memikirkan pandangan masyarakat, karena kita hidup di tengah-tengah mereka. Tapi kebutuhan diri sendiri lebih baik dari pada menghiraukan pandangan orang lain. Jadi kita bisa menyeimbangkan antara kebutuhan dan tradisi.
6. Jangan Menikah karena Panic Attack
Ketika kamu mendapat banyak undangan dan kabar dari teman-temanmu yang sudah dan akan menikah, apalagi yang sudah memiliki anak. Jangan panik kemudian stress karena kamu belum menikah atau bahkan tidak memiliki pasangan, karena hubungan dan pernikahan bukanlah TREND. Pernikahan kembali pada kebutuhan dan kondisi setiap orang. Jika kamu menikah dengan pertimbangan kondisimu tentu pernikahan akan lebih nyaman. Jangan sampai ketika kamu memiliki masalah serius dalam pernikahan, kemudian merasa ada yang salah dengan pernikahan dan akhirnya meyesal dan bercerai.
7. Pernikahan bukanlah Prestasi dan Anti Klimaks.
Banyak orang memandang bahwa menikah itu adalah sebuah prestasi dan awal dari kebahagian yang akan berlangsung selama-lamanya. Perlu diingat bahwa pernikahan adalah suatu fase hidup yang sepatutnya kita lalui karena kita akan menghadapi masalah-masalah baru dan kita harus menyesuaikan diri dengan pasangan dan kondisi setelah menikah agar hubungan tetap baik. Bukan representasi dari dongeng, terutama wanita, yang memandang pada suatu hari akan datang the prince with the white horse and I will married with him then happy forever. Padahal pernikahan adalah sebuah perjalanan yang lika-likunya selain takdir Tuhan adalah cara kita menjalani dan menyikapinya.
Oke,,, kenapa diumur seumuran kita berfikir dan menginginkan menikah?
1. It’s Quarter-Life Crisis
Terjadi di usia 21-29 (dua puluh sembilan) tahun saat mereka mulai mempertanyakan tentang dirinya dan achievement apa yang sudah diperoleh. Tentunya setiap orang memperoleh sesuatu yang ia harapkan selama ini dengan apa yang ia telah dan sendang lakukan dengan segudang ambisi dan mimpi. Bagi pria, mungkin achievement ini digambarkan dengan kesuksesan karir dan kemapanan materi serta kekuasaan. Dan bagi wanita, achievement itu direpresentasikan dengan pernikahan dan memiliki anak. Dalam kisaran umur ini, ambisi sesorang sangat tinggi tapi tidak semua memiliki cara yang tepat untuk merealisasikannya dan tau persis suksesnya itu seperti apa dan bagaimana.
2. Merasa dikejar Umur dan jadi perawan tua
Padahal ketika kita betul-betul matang untuk menikah itu lebih baik dan bekal untuk menjalani pernikahan itu sudah optimal.
3. Panic Attack
Tidak ada gunanya kalo kita membandingkan hidup kita dengan hidup orang lain. Tiap orang memiliki cara dan kebutuhan masing-masing dalam menjalani hidupnya.
4. Kesepian
Sebagian orang yang merasa kesepian, tak ada yang memperhatikan, berfikir untuk menikah. Tak salah memang, hanya tidak semudah itu. Karena tentu harus menikah pasangan yang tepat untuknya.
5. Dorongan Keluarga dan Perjodohan
Sebagian orang lainnya menikah karena desakkan dan tuntutan keuarga serta perjodohan. Sehingga seringkali pasangan tersebut awalnya tidak saling mencintai. Tapi mungkin pepatah jawa berlaku bagi yang mengalaminya, Witing Tresno Jalarang Sokokuliro, karena biasa, lama –lama jadi cinta dan berlangsunglah keluarga yang harmonis.
Demikianlah beberapahal yang harus kita pertimbagkan secara logis dan objektif dalam pernikahan. Hal lainnya adalah mengenai aturan agama dan negara masing-masing
Tulisan ini saya sampaikan karena terinspirasi, atau boleh dibilang sebagai intisari dari suatu novel yang saya baca: “Being Twenty-Something is Hard!” (Thanks to Astri Puspita for borrowed me the novel ;)) yang menyampaikan secara mendalam mengenai pernikahan dan Quarter-Life Crisis.
Semoga bermanfaat :)
Semoga bermanfaat :)